ABSTRAKMaraknya tindak pidana terorisme di dunia dan khususnya di Indonesia membutuhkan Cara penanganan tersendiri dalam pemberantasan tindak pidana tersebut. Pemerintah Indonesia telah membentuk Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk menangkap para pelaku tindak pidana terorisme dan mengeluarkan W Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Banyaknya pelaku tindak pidana terorisme yang tertangkap kemudian menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan menjadi dilema tersendiri bagi para petugas Lapas dalam memberikan program pembinaan bagi mereka.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana tindak pidana terorisme di Indonesia saat ini dan apa sajakah kendala yang dihadapi serta bagaimanakah model yang sebaiknya dilaksanakan dalam pembinaan narapidana tindak pidana terorisme di Indonesia.
Dan basil penelitian yang dilakukan didapatkan data bahwa pembinaan yang diberikan kepada para narapidana tindak pidana terorisme adalah diberlakukan secara umum seperti halnya narapidana kasus lain. Pembinaan terhadap para narapidana tindak pidana terorisme tidak berjalan optimal karena adanya kendala minimnya sarana dan prasarana yang ada, pasifnya narapidana itu sendiri serta rendahnya kualitas SDM petugas yang ada.
Dori analis terhadap hasil penelitian, disimpulkan bahwa : 1) pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana tindak pidana terorisme tidak mencapai basil yang optimal karena diberlakukannya pembinaan yang sama seperti halnya terhadap narapidana kasus lain; 2) diperlukannya model khusus program pembinaan bagi narapidana tindak pidana terorisme.
Hasil penelitian menyarankan agar dibuat model khusus bagi pembinaan narapidana tindak pidana terorisme dengan menitikberatkan pads perubahan pemahaman atau ideologi mereka. Pembinaan tersebut hams lebih banyak melibatkan unsur Sinergi Segitiga Pemasyarakatan yaitu petugas, narapidana, dan masyarakat.