Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan yang penting di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Penyakit ini termasuk dalam 10 penyebab utama kesakitan dan kematian di antara 8 negara I tropis di Asia. Di dunia diperkirakan sekitar 50.100 juta kasus infeksi dengue terjadi setiap tahunnya, dengan jumlah kematian mencapai 24.000 kasus.
Di Indonesia, epidemi DBD terjadi setiap tahun disertai peningkatan jumlah kasus serta penyebaran yang makin meluas. Sejak tahun 1968, insidens DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 35,19 (1998) per 100.000 penduduk. Sebaliknya, angka kematian di Indonesia cenderung menurun, dengan Case Fatality Rate (CFR) berkisar 42,8% (1968) menjadi 2% (1998). Awal tahun 2004 ini terjadi kejadian luar biasa (KLB) di sebagian besar propinsi di Indonesia, tercatat sekitar 52.013 kasus DBD yang dirawat dan kematian terjadi pada 603 kasus.
Menegakkan diagnosis DBD pada fase dini sangat sulit, hal ini akan menimbulkan masalah bila penanganannya terlambat terutama pada kasus dengan renjatan. Kematian pada DBD dengan renjatan 3-10 kali lebih banyak dibandingkan dengan kasus tanpa renjatan. Walaupun demikian terdapat faktor lain yang mempengaruhi kematian pada DBD yang berhubungan dengan beratnya penyakit. Berbagai aspek DBD banyak diteliti baik secara epidemiologis, klinis, laboratoris, patofisiologis, patogenesis, virologis dan imunologis untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam memprediksi terjadinya DBD yang berat. Sedangkan di Indonesia, penelitian tentang faktor prediktor ini telah dilakukan pula sebelumnya di Jakarta, Bali, Yogyakarta dengan variabel dan hasil yang bervariasi.